KPK dan Kemendikbudristek Kolaborasi Wujudkan Generasi Anti-Korupsi Melalui Pendidikan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menggencarkan implementasi Pendidikan Anti-Korupsi (PAK) di seluruh satuan pendidikan Indonesia. Langkah strategis ini diwujudkan melalui Perjanjian Kerja Sama Nomor 4 Tahun 2022 dan Nomor 03/I/PKS/2022, yang menekankan pemanfaatan data pendidikan untuk mendukung pemberantasan korupsi. Tujuannya jelas: membentuk generasi berintegritas melalui ekosistem pendidikan yang berkarakter anti-korupsi.
PAK: Fondasi Pembentukan Karakter sejak Bangku Sekolah
Pendidikan Anti-Korupsi (PAK) bukan sekadar kurikulum tambahan, melainkan proses pembelajaran holistik untuk menanamkan nilai-nilai integritas seperti kejujuran, tanggung jawab, keberanian, kedisiplinan, dan kepedulian. Menurut KPK, karakter ini harus dibentuk sejak dini melalui tiga pendekatan utama: berbasis kelas, budaya sekolah, dan masyarakat.
“PAK adalah investasi jangka panjang untuk memutus mata rantai korupsi. Generasi muda yang terbiasa hidup dengan integritas akan menjadi tameng bagi praktik korupsi di masa depan,” tegas Direktorat Jejaring Pendidikan KPK dalam rilis resmi.
Kolaborasi KPK dan Kemendikbudristek: Data Pendidikan Jadi Kunci
Kerja sama kedua institusi ini memanfaatkan platform Data Pokok Pendidikan (Dapodik) sebagai alat monitoring implementasi PAK. Setiap satuan pendidikan wajib mengisi instrumen khusus melalui tombol “Isi Instrumen KPK” di menu Beranda Dapodik. Instrumen ini menjadi indikator apakah sekolah telah mengintegrasikan PAK dalam aktivitas pembelajaran atau belum.
Teguh Wijaya, praktisi pendidikan di Jakarta, menyatakan, “Penggunaan Dapodik sebagai basis data memperkuat transparansi. Sekolah tidak bisa lagi mengabaikan PAK karena aktivitas mereka terpantau langsung oleh KPK dan Kemendikbudristek.”
Namun, ada konsekuensi bagi satuan pendidikan yang memilih opsi “tidak menerapkan PAK”. Jawaban selanjutnya dalam instrumen akan otomatis nonaktif, mengindikasikan bahwa sekolah tersebut berpotensi mendapat sorotan lebih lanjut dari pihak berwenang.
Tiga Pendekatan PAK: Dari Kelas hingga Masyarakat
1. Pendekatan Berbasis Kelas: Integrasi Nilai Anti-Korupsi dalam Mata Pelajaran
PAK tidak membutuhkan mata pelajaran baru, melainkan penyisipan nilai-nilai integritas dalam materi yang sudah ada. Contohnya, dalam pelajaran Bahasa Inggris, siswa bisa membuat konten media sosial bertema anti-korupsi dengan caption berbahasa asing. Sementara di Bahasa Indonesia, tugas menulis tentang sosok inspiratif dengan karakter jujur atau disiplin menjadi cara kreatif menanamkan kesadaran anti-korupsi.
“Metode ini membuat siswa tidak hanya paham teori, tetapi juga melihat relevansi nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Diana Putri, guru SMP di Bandung.
2. Pendekatan Berbasis Budaya Sekolah: Pembiasaan yang Konsisten
Sekolah dituntut menciptakan lingkungan yang mendukung praktik anti-korupsi melalui habituasi. Misalnya, siswa kelas 9 diwajibkan melakukan sosialisasi bulanan tentang integritas kepada juniornya. Kegiatan seperti membersihkan area makan sendiri atau mencuci tempat bekal juga diterapkan untuk melatih tanggung jawab dan kemandirian.
Budi Santoso, Kepala Sekolah di Surabaya, menambahkan, “Pembiasaan kecil seperti ini membentuk mentalitas siswa. Mereka belajar bahwa korupsi bisa dimulai dari hal sepele, seperti tidak disiplin atau lalai dalam tugas.”
3. Pendekatan Berbasis Masyarakat: Menjangkau Lingkungan Luar Sekolah
PAK juga mendorong siswa terlibat dalam aktivitas sosial. Contohnya, pengumpulan beras sukarela untuk masyarakat kurang mampu, kerja bakti membersihkan pasar, atau daur ulang sampah menjadi kerajinan tangan. Kegiatan ini tidak hanya mengasah kepedulian, tetapi juga memperkuat hubungan antara sekolah dan masyarakat.
“Ketika siswa melihat langsung dampak positif dari tindakan mereka, nilai-nilai anti-korupsi menjadi lebih bermakna,” jelas Rina Febriani, aktivis pendidikan di Yogyakarta.
Tantangan Implementasi PAK: Masih Banyak Pekerjaan Rumah
Meski skema PAK sudah jelas, implementasinya di lapangan masih menghadapi kendala. Sebagian sekolah mengeluhkan kurangnya pelatihan untuk guru dalam merancang materi berbasis integritas. Selain itu, beban administratif yang tinggi sering membuat PAK terabaikan.
“Kami butuh workshop rutin dari KPK atau Kemendikbudristek agar guru tidak kebingungan mengintegrasikan PAK ke dalam pembelajaran,” ungkap Andi Pratama, pengajar di Makassar.
Sinergi Semua Pihak: Kunci Keberhasilan PAK
Agar PAK tidak sekadar simbolis, kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan pemerintah daerah harus diperkuat. Misalnya, komite sekolah bisa mengadakan seminar parenting tentang peran keluarga dalam mendidikan karakter anti-korupsi. Pemerintah daerah juga perlu mengalokasikan anggaran khusus untuk mendukung kegiatan PAK berbasis masyarakat.
Dr. Surya Utama, pakar pendidikan karakter, menegaskan, “PAK bukan hanya tanggung jawab sekolah. Masyarakat dan keluarga harus menjadi mitra aktif dalam menciptakan ekosistem anti-korupsi.”
Kesimpulan: PAK sebagai Gerakan Nasional Pembentuk Karakter Bangsa
Implementasi Pendidikan Anti-Korupsi (PAK) adalah langkah progresif untuk membangun Indonesia yang lebih bersih dan berintegritas. Melalui pendekatan berkelas, berbasis budaya, dan masyarakat, nilai-nilai anti-korupsi diharapkan meresap dalam setiap lapisan generasi muda. Kolaborasi antara KPK, Kemendikbudristek, dan satuan pendidikan melalui platform Dapodik menjadi tulang punggung monitoring yang transparan.
Meski tantangan masih ada, komitmen bersama dari seluruh pemangku kepentingan akan mempercepat terwujudnya budaya anti-korupsi. Seperti kata pepatah, “Sedikit-sedikit, lama-lama menjadi bukit.” Pembentukan karakter tidak instan, tetapi dengan konsistensi, Indonesia bisa menuju masa depan bebas korupsi.
Post a Comment for "KPK dan Kemendikbudristek Kolaborasi Wujudkan Generasi Anti-Korupsi Melalui Pendidikan"